Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenang 200 Tahun Perang Jawa, Sosok Pangeran Diponegoro dan Mitos Ratu Adil

 


Jawa – Tahun 2025 ini tepat 200 tahun perang Jawa yang mengisahkan Pangeran Diponegoro melawan penjajah Bangsa Belanda. Seperti apa cerita perang Jawa, Pangeran Diponegoro melawan penindasan oleh orang Belanda. 

Hal ini terungkap saat sarasehan yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Semarang. Acara ini mengangkat tema tentang ‘200 Tahun Perang Jawa : Diponegoro dan Mitos Ratu Adil’. Sebagai narasumber merupakan Dosen Sejarah Fisip Unnes, Mukhamad Shokeh dan Dosen Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada, Sri Margana. 

Mukhamad Shokheh mengatakan bahwa meskipun perang Jawa hanya berlangsung lima tahun antara 1825-1830 memiliki dampak yang luar biasa. Menurutnya perang Jawa ini melibatkan seluruh wilayah Jawa Tengah, Timur dan Yogyakarta. 

"Dan dampak ikutan setelahnya menjadi nasional. Bahkan internasional. Setelah itu diterapkan sistem tanam paksa,” terang Shokheh saat memberikan pemaparan mengenai Pangeran Diponegoro melalui online, Selasa (16/9/2025). 

Menurutnya pascaperang Jawa, Bangsa Belanda kemudian menerapkan kebijakan tanam paksa. Kebijakan ini sebagai upaya untuk mengembalikan modal mereka. Sebab selama perang berlangsung menelan biaya yang tidak sedikit. 

“Itu dalam rangka mengembalikan modal. Karena Belanda sudah kehabisan modal. Karena pasukan banyak modal dan modalnya sudah habis. Ini memberikan inspirasi bagi gerakan nasional dan perjuangan setelahnya,” jelasnya. 

Sosok Pangeran Diponegoro 

Dosen Ilmu Sejarah Unnes ini mengatakan sosok Pangeran Diponegoro merupakan bangsawan, orang Jawa, santri, dan pejuang. Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta dengan nama asli Mas Ontowiryo. Pangeran Diponegoro merupakan putra dari Hamengkubuwono III dari istri bernama Mangkorowati.  

“Masa kecil diasuh oleh nenek di luar Keraton dan banyak interaksi dengan masyarakat termasuk dengan santri. Waktu kecil tinggal di Tegalrejo,” jelasnya. 

Pangeran Diponegoro tumbuh muda dalam tradisi Jawa, Bangsawan tetapi juga melekat dengan sosok santri. “Gabungan dari Jawa, Bangsawan dan Santri itu kemudian membangun kesadaran sejarah dan kesadaran wilayah,” Shokeh melanjutkan. 

Menurutnya perlawanan Diponegoro ini karena kesadaran kawasan dan waktu. Sehingga muncul adanya perang. Pangeran Diponegoro merasa prihatin dengan kondisi krisis moral, sosial dan budaya. 

“Contoh kasus korupsi, kasus putri keraton berselingkuh pejabat barat (orang Belanda), pembangunan jalan yang melewati leluhur jadi kemudian dipandang akan mencabut budaya yang ada di Jogja dan Jawa,” terang dia. 

Oleh karena dasar itu Pangeran Diponegoro kemudian melakukan perlawanan yang didasari adanya budaya dan keagamaan sehingga muncul perang. 

“Beliau didukung oleh demang atau bangsawan. Kemudian kalangan ulama dan santri mendukung Diponegoro. Oleh karena itu menjadi dahsyat,” jelasnya. 

Menurutnya meskipun hanya lima tahun, namun perang Jawa Ini memiliki dampak yang luar biasa. Menurutnya hal ini bisa terjadi karena adanya dukungan dari ulama dan santi. 

“Kunci kekuatan sehingga menjadi perang lima tahun tapi dampaknya luar biasa. Pertama jejaring ulama dan santri. Adanya melek literasi. Dan ketiga adalah legitimasi antara agama dan budaya,” ujarnya. 

Meskipun demikian semangat perang ini akhirnya bisa diletakkan oleh Belanda. Pelan-pelan orang kepercayaan Diponegoro bisa dikalahkan. Seperti Sentot, Kiai Mojo bisa ditangkap oleh orang Belanda. 

“Kemudian ruang gerak Diponegoro dipersempit dengan sistem benteng maka Kemudian pelan-pelan Diponegoro melemah,” ungkap dia. 

Puncaknya saat Pangeran Diponegoro dijebak oleh Belanda. Awalnya Diponegoro diundang dalam rangka Silaturahmi namun justru ditangkap oleh Belanda. Diponegoro pun akhirnya ditawan dan diasingkan sampai meninggal dunia. 

“Kemudian dijebak pada satu pertemuan awalnya silaturahmi kemudian membawa Pangeran Diponegoro penawanan dan pengasingan sampai Kemudian dipindah ke Makassar sampai akhir hayat pada tahun 1855,” ungkap dia. 

“Peristiwa lima tahun itu memberikan inspirasi dan spirit bagi generasi selanjutnya memberikan spirit untuk pembentukan Indonesia,” lanjut dia. 

Sementara itu Sri Margana mengatakan Pangeran Diponegoro dikaitkan dengan sosok Ratu Adil. Menurutnya istilah ratu adil muncul sejak abad ke-18. Ratu adil ini diharapkan sosok yang membawa kebaikan bagi masyarakat, karena saat itu warga dijajah oleh Bangsa Belanda. 

“Setiap bangsa memiliki bangsa utama yang dijajah bangsa menderita. Itu mereka banyak memiliki harapan bentuk miliniasme seperti ratu adil ramalan kedatangan abad atau zaman yang dijanjikan atau zaman serba enak,” jelasnya. 

“Yaitu ketika muncul ratu adil yang menciptakan keadaan yang adil dan Makmur. Orang Jawa cenderung menerima karena merasa belum saatnya kalau saatnya ratu adil maka keadilan akan datang semua janji akan terpenuhi,” lanjut dia. 

Dosen UGM ini menjelaskan ratu adil merupakan harapan rakyat kecil munculnya orang yang akan memimpin dengan membawa kebaikan. Ratu adil kata dia paling ditakuti oleh orang Belanda. Maka dengan berbagai cara gerakan ratu adil ini ditumpas oleh Bangsa Belanda. 

“Ratu adil ini harapan rakyat kecil dia akan datang. Ratu adil akan datang dengan ciri-ciri tertentu. Maka jangan heran nanti muncul perang adil,” ungkap dia. 

“Ratu adil ini paling ditakuti Belanda. Kalau sudah ada mobilisasi massa orang Belanda ketakutan. Maka orang Belanda menghancurkan ratu adil dengan berbagai cara,” tambah dia. 

Posting Komentar untuk " Mengenang 200 Tahun Perang Jawa, Sosok Pangeran Diponegoro dan Mitos Ratu Adil "